Senin, 30 Desember 2013

GUS DUR BUKAN INI BUKAN ITU

GUS DUR BUKAN INI BUKAN ITU

Sahabat saya Marzuki Wahid, penulis buku Beyond the Symbols, Jejak Antropoligis Pemikiran dan Gerakan Gus Dur, dalam sebuah moment refleksi 100 tokoh atas Gus Dur, di Institute Agama Islam Nur Jati (IAIN), Cirebon, menyampaikan kata reflektif yang mendebarkan: “Gus Dur bukanlah “Guru Bangsa”, bukan “Bapak Pluralisme”, bukan “Ulama”, bukan “Seorang Humanis sejati”, bukan “Bapak Demokrasi”, bukan “Negarawan Paripurna”, bukan “Waliyullah” dan bukan seterusnya. Sampai di sini, hati yang hadir berdegup-degup kencang, tersekat-sekat. “Ini anak tak tahu diri dan keterlaluan”, kata hati mereka, sambil menahan emosi. “Tetapi Gus Dur adalah semuanya”, kata Marzuki Wahid menuntaskan bicaranya. Dan suasana spontan berubah gemuruh, menghentikan jantung yang berdegup, meredakan emosi yang tertahan, lalu menciptakan suasana yang mengharu-biru, mengalirkan kehangatan air mata yang lalu menetes pelan-pelan.

KATA-KATA

Kata-kata tidaklah mengatakan (memaknai) sendiri,
aspek situasi psikologi dan pengetahuan pembacanya lah yang memaknainya.

Imam al-Syafi’i mengatakan :

Tatapan bola mata yang mencinta
selalu buta akan buruk rupa wajah si dia
Tetapi sorot mata yang membenci
Melihat si dia buruk rupa saja adanya
(Diwan a-Syafi’i)

وَعَيْنُ الرِّضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَةٌ ولكَنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِى المسَاوِىَا