Rabu, 25 September 2013

GUS DUR SANG IKON (Bag. Kedua)



Gus Dur Memikirkan Manusia


Sebagaimana para sufi besar, Gus Dur adalah seorang yang selalu berkehendak hidupnya diabdikan sepenuhnya bagi manusia dan kemanusiaan. Ia tak memikirkan dirinya sendiri. Justeru Gus Dur sepertinya tak peduli terhadap dirinya sendiri dan keluarganya, meski dia tetap mencintai dan menyayangi mereka. Ia memiliki sumber inspirasi bagi gagasan ini sebagaimana para sufi memilikinya. Salah satunya adalah teks suci kenabian (hadits Qudsi):
كُنْتُ كَنْزاً مَخْفِيًّا فَأَحْبَبْتُ أَنْ أُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِى عَرَفُوْنِى
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku rindu untuk dikenal. Maka aku ciptakan makhluk. Lalu berkat Aku mereka mengenal-Ku”.
Makhluk dalam hadits ini tidak lain adalah manusia. Hadits ini ingin menyatakan bahwa Tuhan menyintai manusia. Cinta Tuhan kepada manusia adalah untuk seluruh manusia di manapun ia berada dengan segala macam identitas primordial yang diciptakan-Nya sendiri. Meski manusia mendurhakai-Nya, Tuhan tetap saja memberi kegembiraan dan menganugerahinya segala yang diperlukan bagi hidupnya. Tuhan Maha Penyayang dan Maha Pengasih (Huwa Al-Rahman al-Rahim) kepada semua ciptaan-Nya, tak peduli siapa dia. Dia mengatakan :“Huwa Alladzi Khalaqa Lakum Ma fi al-Ardhi Jami’an” (Dialah Yang Menciptakan untuk kalian semua apa yang ada di bumi), kata Al-Qur’an. Maka dalam pikiran Gus Dur: mengapa manusia tidak menyintai sesamanya?. Mengapa ada manusia yang tidak mencintai saudaranya yang juga manusia, dalam kemanusiaan?. Manusia adalah juga makhluk Tuhan yang terhormat dan berharga. Dia sendiri menghormatinya dan menghargainya. Tak ciptaan-Nya yang dihormati-Nya seperti penghormatannya kepada manusia. Mengapa ada manusia tidak saling menghormati dan menghargai sesamanya, hanya karena identitas-identitasnya yang berbeda semata?. Dia mengunggulkannya dari ciptaan-Nya yang lain. Mengapa ada manusia yang merendahkan manusia lainnya?.
Manusialah, karena itu semua, yang kemudian memperoleh mandat-Nya untuk mengatur kehidupan manusia di muka bumi. Manusia adalah Khalifah Allah fi al-Ardh (mandataris Tuhan di muka bumi). Di atas landasan spiritualitas inilah Gus Dur berpikir, bergerak dan bertindak. Ia selalu saja ingin agar manusia dihargai dan dihormati sebagaimana Tuhan menghormatinya. Sebagai makhluk Tuhan, manusia adalah setara di hadapan-Nya. Maka identitas-identitas asal yang diciptakan Tuhan dan label-label yang dilekatkan masyarakat kepada manusia ; ras, warna kulit, jenis kelamin, asal-usul, agama/keyakinan atau kepercayaan (bila orang ingin membedakannya), tempat tinggal, kebangsaan dan lain-lain, telah hilang dari perhatian dan penilaiannya. Perhatian dan penilaian Tuhan ditujukan hanya pada tingkahlaku, hati nurani manusia dan kesetiaan mereka kepada Tuhan, serta penghargaan mereka pada sesamanya. Gus Dur selalu berharap agar manusia senantiasa bersikap rendah hati.
Cirebon, 250913

Tidak ada komentar:

Posting Komentar