Jumat, 08 November 2013

HIJRAH (Bag. Pertama)



HIJRAH 
(Bag. Pertama)
“Jiwa yang telah mencapai kematangan spiritual, gangguan apapun tak akan menggoyahkannya, dan bantuan eksternal tak lagi diperlukan, karena dia ada dalam Genggaman-Nya.” 
“Sahabat, jangan bersedih hati, Tuhan selalu bersama kita”
(Nabi Muhammad)


Dari sebuah gua yang sepi, senyap dan pengap, Nabi Muhammad tampil dengan senyum dan percaya diri. Tuhan melalui Jibril telah membisikinya pesan-pesan profetik yang harus disampaikannya kepada dunia yang tengah sekarat dan dalam kegelapan yang pekat. Tuhan memproklamirkannya sebagai kekasih, Nabi dan utusan-Nya. Muhammad bin Abdillah melangkah sendirian setapak demi setapak tetapi pasti dan tanpa gentar, menghadapi masyarakat pegunungan tandus yang disebut al-Qur’an sebagai “Asyadd Kufran wa Nifaqan” (keras kepala dan hipokrit). Dia juga telah siap menghadapi para jagoan Makkah, seperti Umar bin Khattab, Abu Jahal, Abu Lahab dan lain-lain. Orang-orang ini adalah para jawara yang paling ditakuti penduduk tanah kering kerontang. Kejujuran kata-kata putra Abdullah itu, keramahan yang penuh dan senyuman manis yang selalu ditampilkannya telah meluluhkan hati satu demi satu orang. Umar, sang jagoan itu pada akhirnya juga menemui Nabi dan bersimpuh di hadapannya sambil bersumpah setia kepadanya serta menyatakan siap, kapan dan di manapun, membelanya meski dengan mempertaruhkan nyawanya sekalipun. Sudah lama Nabi berdo’a agar dia atau Abu Jahal, yang juga bernama Amr bin Hisyam, jagoan lainnya, tertarik kepadanya.
اللّهُمَّ أَعِزَّ الْاسْلاَمَ بِأَحَدِ الْعُمَرَيْنِ

“Allahumma A’izz al-Islam bi Ahad al-Umarain” (Wahai Tuhan, perkuat Islam dengan salah satu orang ini : Umar bin Khattab atau ‘Amr bin Hisyam).

Tiga belas tahun lamanya Nabi Muhammad saw menawarkan gagasan profetik-humanistik ke hadapan dunia manusia. Ia menyerukan kaumnya di Makkah untuk beriman kepada Allah. “Hai manusia, hanya Tuhan saja yang seharusnya kalian sembah, yang kalian agungkan dan yang kalian puja-puji, bukan yang lain dari Dia”, ujarnya setiap saat. Sejumlah orang mengikuti seruannya, tetapi masih lebih banyak lagi yang menentangnya. Sebagian dari mereka menyebut Muhammad sebagai : “orang sinting”, “orang gila”, “penyebar bid’ah”, “tukang sihir”, “pengacau”, dan lain-lain. Tetapi sebagian lain menyebutnya sebagai “orang yang paling terpercaya”, “orang yang paling kasih”, orang yang paling indah”, dll.

Kehadiran Nabi dengan gagasan monoteistik itu dalam pikiran Abu Jahal, Abu Lahab, Umayyah bin Khalaf dan para elit politik lainnya telah mengganggu ketenangan tradisi, mengancam kekuasaan status quo dan menghancurkan kenikmatan previlase-previlase sosial. Mereka memprovokasi massa yang dibodohi untuk memusuhi dan menyerang Nabi. Maka penindasan demi penindasan terhadap Nabi dan pengikutnya terus berlangsung, setiap hari, setiap saat dan dengan segala cara; merayu, mengancam, meneror, kekerasan fisik, sampai politik isolasi berbulan.

Menjelang tahun ketiga belas misi profetiknya, para penentang Nabi sudah kehabisan akal dan kehilangan cara untuk menghentikan gerakan dakwah Nabi. Di Dâr al-Nadwah, semacam balai sidang/musyawarah, mereka berembuk. Suara hingar-bingar dan meledak-ledak penuh emosi kemarahan dan dendam kesumat memenuhi ruang itu. Berbagai usulan muncul. Al-Bukhturi (anggota) mengusulkan “Muhammad harus dirantai besi dan dijebloskan ke penjara”. Abu Aswad (anggota) berpendapat : “Muhammad harus diusir dari kota Makkah ke tempat yang jauh”. Abu Jahal (ketua) mengacungkan tangannya. “Kalian dengarkan usulanku. Muhammad harus dibunuh beramai-ramai. Untuk keperluan ini kita ambil dari setiap kabilah seorang pemuda yang gagah perkasa. Jika Bani Abdi Manaf, klan Muhammad, menuntut balas atas kematian Muhammad, kita siapkan tebusan. Sekian”.  

Dua usulan pertama ditolak rapat. Keputusan akhir kemudian diambil, menyetujui usulan Abu Jahal: Muhammad harus dihabisi  ramai-ramai, malam hari. Jika klan Muhammad menuntut darahnya, mereka akan mengumpulkan uang tebusan yang akan diberikan kepada keluarganya. Cara ini telah menjadi tradisi berabad di daerah itu. Dengan begitu Arabia akan kembali tenang. Para pembesar Quraisy yang angkuh itu akan bisa kembali mengeksploitasi rakyatnya dan menikmati tubuh-tubuh perempuan tanpa batas jumlah.

Al-Qur’an merekam peristiwa ini :

وَإذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُواْ لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللّهُ وَاللّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ }الأنفال30


“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya”.

Sumber : Buku : “Menyusuri Jalan Cahaya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar