MIN
SYAMA-IL AL-NABI
Para penulis sejarah Nabi
mengungkapkan beberapa keluhuran pribadi
Nabi.
(1) Bila ada orang yang
sakit Nabi menengoknya,
meski berada di tempat yang jauh
(2) Bila ada orang yang meninggal dunia, Nabi mengiring jenazahnya
(3) Nabi sering duduk dalam posisi yang sama bersama-sama
orang-orang fakir dan mengambilkan untuk mereka makanan dengan tangannya
sendiri
(4) Nabi senang menemui teman-temannya untuk sekedar silaturrahim
(relasi kasih)
(5) Nabi menghormati orang-orang yang berbudi pekerti luhur, dan
tetap berbuat baik kepada orang yang perilakunya tidak ia sukai (Ahl al-Syarr)
(6) Nabi suka mengunjungi kerabat dekatnya tanpa melebihkan mereka
dari orang-orang yang lain
(7) Nabi tidak pernah bertindak kasar kepada siapapun dan
memaafkan orang yang meminta maaf
(8) Nabi Saw adalah orang yang banyak senyum,
kadang-kadang tertawa, tetapi tidak berlebihan.
(9) Nabi juga suka bercanda, seperti manusia lain, tetapi ia tak pernah berbohong
(10)
Manakala Nabi
belanja di pasar, ia membawa barang-barangnya dengan tangannya sendiri. Bila
seorang hamba sahaya ingin menggantikannya, Nabi mengatakan : “Ana Awla bi
Hamliha” (akulah yang lebih pantas membawanya).
(11)
Baju yang dipakai
Nabi terbuat dari
bahan berkualitas sederhana
(12)
Nabi tidak pernah mencaci siapapun,
tidak berkata-kata kasar dan tidak pula berkata-kata kotor.
(13)
Nabi tidak pernah merendahkan dan memukul perempuan, isteri
dan pembantunya.
(14)
Bila ada orang yang mencaci-maki orang lain, Nabi mengatakan:
“tolong tinggalkan cara seperti itu”.
(15)
Bila ada orang berbicara
dengan suara tinggi, Nabi menahan diri dan sabar.
(16)
Bila datang kepada
hamba-sahayanya, laki-laki atau perempuan, Nabi mengajaknya berdiri dan membantu keperluannya.
Dia memanggil mereka : “sahabatku” atau “anak mudaku”.
(17)
Nabi tidak pernah
membalas keburukan orang lain dengan keburukan serupa, melainkan memaafkannya
dan mengulurkan tangannya.
(18)
Bila bertemu orang, Nabi mengawali mengucapkan salam,
ucapan damai,dan bila orang menyampaikan salam, Nabi membalasnya
dengan cara yang lebih baik.
(19)
Bila bertemu temannya, Nabi mengawali mengulurkan tangannya
dan membiarkannya sampai si teman melepaskannya.
(20)
Nabi selalu
berzikir (mengingat Allah) baik ketika berdiri maupun ketika duduk.
(21)
Bila ada orang yang
duduk menunggunya ketika sedang shalat, Nabi mempersingkat shalatnya lalu
menemuinya sambil mengatakan: apakah ada yang bisa aku bantu?.
(22)
Ketika mendengar cucunya menangis, Nabi menyegerakan shalatnya, lalu menemui dan menggendongnya.
(23)
Manakala Nabi masuk dalam suatu majlis, beliau duduk di tempat mana
saja yang kosong yang dilihatnya pertama kali.
(24)
Nabi mencuci
pakaiannya sendiri, menambalnya, memperbaiki alas kakinya, melayani dirinya
sendiri,
(25)
Nabi memberi makan ternaknya, menggiling gandum dengan tangannya sendiri,
(26)
Nabi sering makan bersama pelayan, memasak bersamanya dan membawa
barang-barangnya sendiri ke pasar”.
(27)
Nabi menikmati
makanan yang dimasak keluarganya dan tak sekalipun mengatakan “aku tidak suka
makanan atau masakan ini”.
(28)
”Seorang hamba sahaya perempuan Madinah memegang tangan Nabi. Ketika itu Nabi mengatakan ; “Apakah ada yang bisa aku bantu, wahai ibu
si Fulan?. Aku akan membantu dan mengantarkanmu ke mana kamu mau. Nabi lalu mengantarkannya”.
(29)
Meskipun Nabi seorang pemimpin besar, rumahnya tak dijaga oleh
siapapun.
(30)
Dalam perang Nabi berdiri di depan tanpa pengawal yang melindunginya”.
(31)
Nabi, selalu memperhatikan seorang nenek yang tiap hari
datang ke masjid untuk membersihkan latarnya. Ketika suatu hari tak melihatnya
lagi, Nabi bertanya
kepada sahabat-sahabatnya: “di mana nenek itu?”. Manakala mereka memberitahukan kematiannya, Nabi
meminta mereka mengantarkan ke kuburannya, lalu ia berdo’a untuknya.
(32)
Nabi makan sekadar menutupi rasa lapar, tak sampai kenyang
(33)
Nabi amat gemar berpuasa dan shalat malam
(34)
Nabi tidak menuruti hasrat kemewahan dalam pakaian dan tak
mengikuti pikiran sempit.
(35)
Pakaian Nabi
seperti yang dikenakan masyarakat umum. Kebersahajaan Nabi dalam berpakaian dilatari oleh sikapnya yang tidak
mempedulikan perbedaan dalam hal-hal yang remeh-temeh.
(36)
Dalam urusan pribadinya, Nabi bersikap adil.
(37)
Nabi memperlakukan orang dekat dan orang asing, orang kaya
dan orang miskin, orang kuat dan orang lemah, dengan cara yang adil.
(38)
Nabi dicintai oleh rakyat biasa, karena dia menerima mereka dengan kebaikan hati dan
mendengarkan dengan setia keluh-kesah mereka.
(39)
Kesuksesan Nabi dalam
perang bukanlah kemenangan yang sia-sia dan sama sekali tidak membuatnya berbangga
diri, karena tujuan semua itu bukanlah untuk kepentingan pribadinya.
(40)
Ketika Nabi
memiliki kekuasaan yang amat besar, Nabi tetap saja sederhana
dan rendah hati dalam sikap
dan penampilannya, sama seperti ketika Nabi tak punya.
(41)
Meskipun
pemimpin besar Nabi sangat berbeda
dengan seorang raja
(42)
Bila bila memasuki ruangan, Nabi tidak suka orang menunjukkan penghormatan yang berlebihan kepadanya
(43)
Kepada orang yang
ingin mencarinya, Nabi mengatakan: carilah aku ditengah-tengah orang yang tak
beruntung
(44)
Tempat tidur Nabi
hanyalah tikar kasar. Kepada sahabat yang ingin memberinya karpet empuk, Nabi
mengatakan : “Aku di sini hanya singgah sementara, lalu pergi lagi.
(45)
Manakala seorang
sahabat menghardik orang kampung lugu yang buang air kecil di sekitar masjid,
Nabi : “Biarkan dia menuntaskan keperluannya, lalu siramlah air kencingnya”.
(46)
Ketika di Thaif
Nabi dilempari batu dan dahinya berdarah, ia tidak marah. Nabi hanya bilang :
“Semoga Allah memberi mereka petunjuk. Mereka tidak mengerti”.
(47)
Manakala memasuki
kota Makkah dengan kemenangan, kepada orang-orang yang pernah melukainya, Nabi dengan
sikap rendah hati mengatakan : “Kalian bebas. Silakan pergi ke mana kalian
suka”. Nabi tak pernah memiliki rasa dendam.
(48)
Saat Mi’raj, di
puncak langit, usai menghadap Tuhan ia mohon pamit kembali ke bumi. Nabi selalu
ingat ummatnya.
(49)
Ditanya
siapa yang paling utama mendapatkan penghormatan, ayah atau ibu?. Nabi menjawab
: “ibumu” sampai tiga kali, dan “ayahmu”.
(50)
Nabi mempercepat
shalatnya manakala mendengar bocah menangis. Nabi mengkhawatirkan kesusahan
hati ibunya.
(51)
Nabi menggendong
cucunya ketika shalat, dan sujud lama-lama. Ia tak ingin mengecewakan sang cucu
yang duduk di atas punggungnya.
(52)
Setiap kali
bertemu anak yatim, Nabi selalu mengusap lembut kepalanya, dengan penuh kasih.
(53)
Manakala
sahabatnya menanyakan: “mengapa engkau masih saja rajin shalat malam, sampai
kakimu terlihat bengkak, padahal Tuhan telah menjadikanmu kekasih dan dosamu
telah diampuni, Nabi dengan singkat menjawab : “tidak patutkah bila aku bersyukur
kepada-Nya?”.
(54)
Nabi sedikit
bicara. Ia lebih banyak mendengar, dan manakala orang lain sedang mengajaknya
bicara, ia menghadapkan seluruh wajah dan tubuhnya dan mendengarkannya dengan
seksama.
(55)
Jika diminta
memilih dua hal, Nabi memilih yang lebih mudah
dan lebih ringan (yakhtaar aysarahuma).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar