Jumat, 24 Januari 2014

AL-SYAMAIL AL-MUHAMMADIYYAH



MIN SYAMA-IL AL-NABI

Para penulis sejarah Nabi mengungkapkan beberapa  keluhuran pribadi Nabi.

(1)   Bila ada orang yang sakit Nabi menengoknya, meski berada di tempat yang jauh
(2)   Bila ada orang yang meninggal dunia, Nabi mengiring jenazahnya
(3)    Nabi sering duduk dalam posisi yang sama bersama-sama orang-orang fakir dan mengambilkan untuk mereka makanan dengan tangannya sendiri
(4)    Nabi senang menemui teman-temannya untuk sekedar silaturrahim (relasi kasih)
(5)    Nabi menghormati orang-orang yang berbudi pekerti luhur, dan tetap berbuat baik kepada orang yang perilakunya tidak ia sukai (Ahl al-Syarr)
(6)    Nabi suka mengunjungi kerabat dekatnya tanpa melebihkan mereka dari orang-orang yang lain
(7)    Nabi tidak pernah bertindak kasar kepada siapapun dan memaafkan orang yang meminta maaf
(8)    Nabi Saw adalah orang yang banyak senyum, kadang-kadang tertawa, tetapi tidak berlebihan.
(9)    Nabi juga suka bercanda, seperti manusia lain, tetapi ia tak pernah berbohong
(10)           Manakala Nabi belanja di pasar, ia membawa barang-barangnya dengan tangannya sendiri. Bila seorang hamba sahaya ingin menggantikannya, Nabi mengatakan : “Ana Awla bi Hamliha” (akulah yang lebih pantas membawanya).
(11)           Baju yang dipakai Nabi terbuat dari bahan berkualitas sederhana
(12)           Nabi tidak pernah mencaci siapapun, tidak berkata-kata kasar dan tidak pula berkata-kata kotor.
(13)            Nabi tidak pernah merendahkan dan memukul perempuan, isteri dan pembantunya.
(14)           Bila ada orang yang mencaci-maki orang lain, Nabi mengatakan: “tolong tinggalkan cara seperti itu”.
(15)            Bila ada orang berbicara dengan suara tinggi, Nabi menahan diri dan sabar.
(16)            Bila datang kepada hamba-sahayanya, laki-laki atau perempuan, Nabi mengajaknya berdiri dan membantu keperluannya. Dia memanggil mereka : “sahabatku” atau “anak mudaku”.
(17)            Nabi tidak pernah membalas keburukan orang lain dengan keburukan serupa, melainkan memaafkannya dan mengulurkan tangannya.
(18)            Bila bertemu orang, Nabi mengawali mengucapkan salam, ucapan damai,dan bila orang menyampaikan salam, Nabi membalasnya dengan cara yang lebih baik.
(19)           Bila bertemu temannya, Nabi mengawali mengulurkan tangannya dan membiarkannya sampai si teman melepaskannya.
(20)            Nabi selalu berzikir (mengingat Allah) baik ketika berdiri maupun ketika duduk.
(21)            Bila ada orang yang duduk menunggunya ketika sedang shalat, Nabi mempersingkat shalatnya lalu menemuinya sambil mengatakan: apakah ada yang bisa aku bantu?.
(22)           Ketika mendengar cucunya menangis, Nabi menyegerakan shalatnya, lalu menemui dan menggendongnya.
(23)           Manakala Nabi masuk dalam suatu majlis, beliau duduk di tempat mana saja yang kosong yang dilihatnya pertama kali.
(24)            Nabi mencuci pakaiannya sendiri, menambalnya, memperbaiki alas kakinya, melayani dirinya sendiri,
(25)           Nabi memberi makan ternaknya, menggiling gandum dengan tangannya sendiri,
(26)           Nabi sering makan bersama pelayan, memasak bersamanya dan membawa barang-barangnya sendiri ke pasar”.
(27)            Nabi menikmati makanan yang dimasak keluarganya dan tak sekalipun mengatakan “aku tidak suka makanan atau masakan ini”.
(28)           ”Seorang hamba sahaya perempuan Madinah memegang tangan Nabi. Ketika itu Nabi mengatakan ; “Apakah ada yang bisa aku bantu, wahai ibu si Fulan?. Aku akan membantu dan mengantarkanmu ke mana kamu mau. Nabi lalu mengantarkannya”.
(29)            Meskipun Nabi seorang pemimpin besar, rumahnya tak dijaga oleh siapapun.
(30)            Dalam perang Nabi berdiri di depan tanpa pengawal yang melindunginya”.
(31)            Nabi, selalu memperhatikan seorang nenek yang tiap hari datang ke masjid untuk membersihkan latarnya. Ketika suatu hari tak melihatnya lagi, Nabi bertanya kepada sahabat-sahabatnya: “di mana nenek itu?”. Manakala mereka memberitahukan kematiannya, Nabi meminta mereka mengantarkan ke kuburannya, lalu ia berdo’a untuknya.
(32)            Nabi makan sekadar menutupi rasa lapar, tak sampai kenyang
(33)           Nabi amat gemar berpuasa dan shalat malam
(34)           Nabi tidak menuruti hasrat kemewahan dalam pakaian dan tak mengikuti pikiran sempit.
(35)            Pakaian Nabi seperti  yang dikenakan masyarakat umum. Kebersahajaan Nabi dalam berpakaian dilatari oleh sikapnya yang tidak mempedulikan perbedaan dalam hal-hal yang remeh-temeh.
(36)           Dalam urusan pribadinya, Nabi bersikap adil.
(37)            Nabi memperlakukan orang dekat dan orang asing, orang kaya dan orang miskin, orang kuat dan orang lemah, dengan cara yang adil.
(38)            Nabi dicintai oleh rakyat biasa, karena dia menerima mereka dengan kebaikan hati dan mendengarkan dengan setia keluh-kesah mereka.
(39)            Kesuksesan Nabi dalam perang bukanlah kemenangan yang sia-sia dan sama sekali tidak membuatnya berbangga diri, karena tujuan semua itu bukanlah untuk kepentingan pribadinya.
(40)            Ketika Nabi memiliki kekuasaan yang amat besar, Nabi tetap saja sederhana dan rendah hati dalam sikap dan penampilannya, sama seperti ketika Nabi tak punya.
(41)            Meskipun pemimpin besar Nabi sangat berbeda dengan seorang raja
(42)            Bila bila memasuki ruangan, Nabi tidak suka orang menunjukkan penghormatan yang berlebihan kepadanya
(43)           Kepada orang yang ingin mencarinya, Nabi mengatakan: carilah aku ditengah-tengah orang yang tak beruntung
(44)           Tempat tidur Nabi hanyalah tikar kasar. Kepada sahabat yang ingin memberinya karpet empuk, Nabi mengatakan : “Aku di sini hanya singgah sementara, lalu pergi lagi.
(45)           Manakala seorang sahabat menghardik orang kampung lugu yang buang air kecil di sekitar masjid, Nabi : “Biarkan dia menuntaskan keperluannya, lalu siramlah air kencingnya”.
(46)           Ketika di Thaif Nabi dilempari batu dan dahinya berdarah, ia tidak marah. Nabi hanya bilang : “Semoga Allah memberi mereka petunjuk. Mereka tidak mengerti”.
(47)           Manakala memasuki kota Makkah dengan kemenangan, kepada orang-orang yang pernah melukainya, Nabi dengan sikap rendah hati mengatakan : “Kalian bebas. Silakan pergi ke mana kalian suka”. Nabi tak pernah memiliki rasa dendam.
(48)           Saat Mi’raj, di puncak langit, usai menghadap Tuhan ia mohon pamit kembali ke bumi. Nabi selalu ingat ummatnya.
(49)                 Ditanya siapa yang paling utama mendapatkan penghormatan, ayah atau ibu?. Nabi menjawab : “ibumu” sampai tiga kali, dan “ayahmu”.
(50)           Nabi mempercepat shalatnya manakala mendengar bocah menangis. Nabi mengkhawatirkan kesusahan hati ibunya.
(51)           Nabi menggendong cucunya ketika shalat, dan sujud lama-lama. Ia tak ingin mengecewakan sang cucu yang duduk di atas punggungnya.
(52)           Setiap kali bertemu anak yatim, Nabi selalu mengusap lembut kepalanya, dengan penuh kasih.
(53)           Manakala sahabatnya menanyakan: “mengapa engkau masih saja rajin shalat malam, sampai kakimu terlihat bengkak, padahal Tuhan telah menjadikanmu kekasih dan dosamu telah diampuni, Nabi dengan singkat menjawab : “tidak patutkah bila aku bersyukur kepada-Nya?”.
(54)           Nabi sedikit bicara. Ia lebih banyak mendengar, dan manakala orang lain sedang mengajaknya bicara, ia menghadapkan seluruh wajah dan tubuhnya dan mendengarkannya dengan seksama.
(55)           Jika diminta memilih dua hal, Nabi memilih yang lebih mudah  dan lebih ringan (yakhtaar aysarahuma).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar